14/07/2022
Siapa yang ngga mau hidup serba mudah.. pengen apa2 ngga mikir duitnya darimana.
Saya ngga punya patokan khusus dalam mengelola keuangan. Berapa persen alokasi untuk kebutuhan, investasi, dll..
Kalau zakat kan jelas persentasenya, kalau sedekah, infaq yaa semakin banyak semakin ikhlas maka semakin baik.
Naa.. pertanyaan yang sering muncul adalah, berapa persen dari keuntungan usaha yang digunakan untuk kebutuhan?
Berapa persen untuk diputar kembali?
Jawaban nya adalah “bijak”
Tidak ada ukuran pasti yang cocok untuk semua kondisi.
Saat awal2 usaha, keuntungan saya hanya cukup untuk hidup, bahkan kurang.
Maka kebutuhan2 kami yang disesuaikan. Penuhi prioritas2 saja.
Ngga ke mall, ngga makan diluar, ngga beli hp baru, ngga beli baju, bahkan saya pernah copot beberapa lampu rumah, supaya lebih hemat bayar listrik.
Bener2 saat itu istri saya pun menggunakan amplop yang diisi lembaran limaribuan dan sepuluh ribuan, untuk uang belanja.
Saat satu hari bisa berhemat, ada sisa 5000 aja seneng banget rasanya.
Yaa.. itu saat merintis, survival..
Maka tidak ada alokasi tabungan dan investasi.
Bahkan harus berhemat supaya cukup.
Kemudian saat ada rejeki lebih, karena terbiasa hemat, maka bisa mulai beli emas batangan meskipun hanya segram dua gram.
Meskipun penghasilan meningkat saat itu, bahkan disaat omset usaha saya tembus 1M dalam 4 bulan.
Keuntungan cukup untuk beli rumah dan mobil, tapi kami masih kontrak dan naik motor.
Apakah pelit?
Bukan, ini bijak.. belum tentu besok dapet untung segitu lagi.
Maka kami investasi beli tanah dan ada bangunan kecil untuk produksi saat itu (2013).
Gaya hidup tetep aja, kontrak rumah, dan naik motor.
Disaat temen2 sudah kpr dan leasing mobil.
Tahun demi tahun, usaha semakin meningkat, tapi cara hidup kami jauh dibawah pemasukan kami.
Karena udah kebiasaan dari susah.
Jadi kalau saya bilang, jangan utang, trus ada yg bilang.. kalau kita ngga mampu beli rumah gimana kalau ngga utang?
Jawaban saya: dulu saat kami mampu beli rumah aja ngga beli kok..
Mendahulukan investasi daripada liabilitas.
Sekali lagi kunci mengelola uang adalah “bijak” bukan gengsi, nafsu atau apa kata orang..