18/10/2019
Tumbuhkanlah Rasa Takut pada Allah
TAKUT kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah cara utama untuk menumbuhkan keikhlasan seseorang. Ia harus mendedikasikan dirinya kepada Allah dengan kecintaan yang mendalam setelah memahami kebesaran-Nya bahawa tidak ada kekuatan lain selain Allah.
Hanya Allah yang menciptakan alam semesta dari ketiadaan dan yang memelihara makhluk hidup dengan penuh kasih. Dengan demikian, ia menyedari bahawa teman sejatinya di dunia dan di akhirat hanyalah Allah. Kerana itulah, keridhaan Allah adalah satu-satunya pengakuan yang harus kita cari.
Selain rasa cinta yang mendalam, rasa takut yang sangat kepada Allah, ditunjukkan pada firman Allah kepada manusia di dalam ayat-Nya untuk takut dan mengindahkan-Nya,
“…Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahawa kamu akan dikumpulkan kepadaNya.” (QS. Al-Baqarah: 203).
Rasa takut kepada Allah timbul dari pemahaman dan penghargaan akan kebesaran dan kekuatan-Nya. Seseorang yang memahami kebesaran kuasa Allah dan kekuatan abadi-Nya, akan mengetahui bahawa ia boleh saja menghadapi murka dan hukuman-Nya sebagai bahagian keadilan Ilahi jika ia tidak mampu mengarahkan hidupnya sesuai dengan keinginan Allah.
Kesengsaraan yang disiapkan oleh Allah dalam kehidupan duniawi dan akhirat untuk mereka yang menafikan-Nya, diperinci di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Semua manusia diperingatkan untuk berwaspada hal itu. Setiap mukmin sejati selalu menyedari akan hal ini.
Takut kepada Allah dilakukan agar ia selalu ingat bahawa kehidupan dunianya cepat atau lambat akan berakhir dan bahawa semua manusia pada akhirnya harus diperhitungkan perbuatan mereka di hadapan Allah. Jadi, ia akan selalu menyedari murka Allah. Kesedaran ini menyebabkan dirinya merasa takut yang melekat saat menghadapi siksaan Allah dan kerana itu ia berusaha menghindarinya.
Menahan diri berarti secara tegas menolak untuk melakukan perkara yang dilarang dan tidak diridhai Allah, dan ia tidak mensia-siakan kesempatan dalam memenuhi apa pun yang diperintahkan oleh Allah. Seorang mukmin yang ikhlas, merasa takut dan berhati-hati akan murka Allah.
Ia berhati-hati pada sikap apa pun yang tidak diridhai oleh-Nya dan berusaha menghindarinya. Sebagai contoh, ia akan menyedari jika sisi jahat jiwanya cenderung kepada keduniaan. Dalam keadaan demikian, ia akan memakai kekayaan dan kekuasaannya demi kepentingan Allah untuk mengendalikan kecenderungan batin tersebut. Ini adalah akhlak sejati yang paling sesuai dengan keihlasan.
Seseorang yang ingin mendapatkan keikhlasan, harus segera mengingat perintah Allah untuk “memberikan segalanya di jalan Allah” dan “takut kepada Allah sebanyak mungkin” untuk menghindari dirinya dari semua tingkah laku yang tidak dis**ai Allah.
Sebagaimana diperintahkan oleh Allah, ia harus berbuat untuk Allah, mengabaikan godaan sisi jahat jiwanya. Ayat berikut menyatakan,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta, (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177).
Allah memerintahkan manusia untuk takut kepada-Nya, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah dan taatlah…” (QS. At-Taghaabun: 64).
Untuk menjalankan ayat tersebut, seorang mukmin tidak pernah merasa bahawa iman dan rasa takutnya kepada Allah telah cukup. Ia mencuba meningkatkan rasa takut dalam hatinya dan kekuatan untuk menahan diri hingga akhir hidupnya.
Berikut ini ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan mereka “yang hidup di dalam pengabdian kepada Tuhan”.
“Sesungguhnya, orang-orang yang takut kepada Tuhan-Nya yang tidak tampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Mulk: 12).
“…dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS. Ar-Ra’d: 21).
Rasa takut dan keikhlasan kepada Allah kedua-duanya harus dipelihara. Mukmin sejati berusaha takut kepada Allah sebanyak mungkin untuk mengikuti ayat yang disebutkan di atas. Usaha-usaha ini juga merupakan bahagian dari keikhlasan.
Jadi, orang-orang beriman dapat menjaga diri dan rasa takut kepada Allah, sebagaimana ditunjukkkan dalam ayat :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali-Imran: 102).
Orang seperti itu memiliki rasa takut yang mendalam kepada Allah. Tidak akan pernah melewatkan kesempatan untuk beribadah kepada Allah. Ia tidak akan pernah lupa bahawa Allah mendengar dan melihatnya, selalu dan di mana pun, baik sendiri mahupun saat dikelilingi oleh orang banyak.
Ia melakukan sesuatu dengan memahami bahawa ia boleh saja berhadapan dengan siksaan Allah jika tidak berhasil mengadopsi perbuatan dan sikap yang baik. Ketika rasa takut kepada Allah yang dirasakan oleh seseorang meningkat, pemahamannya terus-menerus diperkuat. Jadi, ia tidak pernah mengorbankan keikhlasannya kerana ia selalu ingat akan ancaman api neraka sepanjang hidupnya.* (dikutip dari buku Keikhlasan dalam Paparan Al-Qur’an.