28/06/2020
Copas..
KISS – Keep it Simple and Stupid!
Prinsip dasar aquaponik adalah penyederhanaan. Bahkan dalam beberapa kasus menjadi “sangat sangat sederhana”.
Fondasi utama aquaponik adalah suatu siklus yang sering kita sebut sebagai “Siklus Nitrogen”. Nah, di alam raya Siklus Nitrogen berlangsung sangat kompleks dan berskala raksasa.
Gambaran umumnya kira-kira sebagai berikut:
Nitrogen merupakan nutrisi utama tanaman, tentu saja di luar zat-zat nutrisi dan mineral lainnya.
Di alam raya nitrogen tersedia melimpah karena wilayah udara atau atmosfer kita terdiri 78% nitrogen dan 21% oksigen. Masalahnya, tanaman tidak bisa serta merta menyerap nitrogen secara langsung, baik di udara maupun di dalam tanah.
Makanya ada sejumlah mikrobakteri maupun tanaman yang memiliki kemampuan mengikat nitrogen di udara dan membantu menjaga kesuburan tanah kita – misalnya tanaman dari jenis polong-polongan.
Selain di atmosfer, nitrogen juga muncul dari proses pembusukan zat-zat organik yang berasal dari tanaman maupun makhluk hidup lain, misalnya buangan hewan atau ikan (misalnya dalam bentuk limbah buang air besar dan kecil).
Di udara, secara kimiawi nitrogen hadir dalam bentuk N2. Sementara dalam proses pembusukan zat buang makhluk hidup nitrogen hadir dalam bentuk ammonia atau NH3.
Seperti nitrogen di udara, nitrogen yang dihasilkan oleh pembusukan zat buangan makhluk hidup ini tidak bisa diserap langsung oleh akar tanaman. Tanaman memerlukan bakteri tertentu sehingga nitrogen berubah menjadi zat yang “layak konsumsi”.
Secara kimiawi, bakteri-bakteri inilah yang membantu sehingga nitrogen akan berubah menjadi nitrit (NO2), dan terutama sekali nitrat (NO3), yang mudah diserap oleh tanaman. Kita patut bersyukur bahwa bakteri ini tumbuh secara alami dengan jumlah yang melimpah asalkan tersedia lingkungan yang sesuai untuk mereka.
Kelihatan rumit? Ah, nggak usah dipikirin. Biarlah itu tugas para ahli yang serius meneliti. Saya juga nyontek mereka – dan saya berharap mudah-mudahan contekan saya tidak salah. Kalau salah ya mohon dimaafkan😁🙏.
Tapi intinya saya cuma ingin menggambarkan bahwa proses yang terjadi di alam “sangat sangat super kompleks”. Kalau dibuat ilustrasinya, kira-kira gambarnya akan seperti pada ilustrasi gambar 2.
Minggu lalu saya memaparkan tentang praktek aquaponik tradisional yang menyatu dengan kebun pekarangan kakek nenek kita. Meski praktek tersebut juga terjadi penyederhanaan, tapi secara umum proses alaminya kira-kira masih sama. Yang berbeda hanya skalanya. Di kebun halaman kakek nenek kita dulu, Siklus Nitrogen terjadi dalam skala mikro dan tidak luas. Tapi di alam raya prosesnya berlangsung dalam skala raksasa.
***
Dalam aquaponik, siklus nitrogen tak hanya berlangsung secara mikro dan skala kecil. Tapi bahkan lebih disederhanakan lagi dengan hanya melihat dan mengandalkan siklus nitrogen yang terjadi pada kolam ikan.
Dia misalnya mengesampingkan limbah hasil buangan hewan-hewan lain, limbah sampah, dan yang lainnya. Meski prosesnya kurang lebih sama, tapi terjadi proses penyederhanaan yang luar biasa. Tentu saja proses ini otomatis mengesampingkan sejumlah tanaman yang mampu mengikat nitrogen dan membantu petani menjaga kesuburan lahan mereka – proses yang sering menjadi andalan kawan-kawan yang mengembangkan sistem budidaya integrated farming.
Kalau digambarkan, penyederhanaan siklus nitrogen dalam aquaponik akan terlihat seperti pada gambar 3.
Dari ilustrasi saja kelihatan gambarnya tidak rumit. Tapi itulah fungsi teknologi – salah satunya adalah penyederhanaan. Sehingga kita, yang hanya manusia biasa ini, bisa mengambil manfaat tanpa harus menciptakan proses yang rumit seperti yang terjadi secara alami di alam raya.
Coba bayangkan bagaimana mungkin kita menandingi proses yang dibangun dan diciptakan oleh Gusti Allah yang Maha Pintar?
Karena dasar aquaponik itu adalah penyederhanaan, maka semakin sederhana sistem yang kita bangun (dari sudut pandang ekosistem alami) otomatis semakin rumit teknologi yang harus kita siapkan.
Sebagai contoh jika kita menanam sayuran dalam sistem NFT (nutrient film technique) dengan media rockwool atau media sederhana lain seperti tisu.
Tentu kita memerlukan unit terpisah untuk membangun sistem biofilter yang memungkinkan bakteri-bakteri bisa menjalankan tugas secara maksimal sehingga mampu mengubah nitrogen limbah ikan berubah menjadi layak konsumsi. Tanpa itu, sistem aquaponik tidak akan berjalan baik.
Keseimbangan tidak terjaga. Sayuran yang kita tanam akan tumbuh seadanya karena kekurangan nutrisi.Ikan yang kita pelihara pun bisa jadi stress dan kelimpungan karena menumpuknya jumlah ammonia yang menjadi output pembusukan limbah buangan mereka.
Mengapa demikian? Karena kita menghilangkan lahan, media, maupun tanah yang biasanya menjadi tempat aneka ragam bakteri berproses. Karena itu mesti merekayasa sedemikian rupa dengan menyediakan ruang yang memungkinkan proses tersebut terjadi. Sebuah ruang terpisah yang kita sebut sebagai biofilter.
Pada sistem DWC (deep water culture) kita pun memerlukan hal yang sama, yaitu sistem biofilter sebagai unit pendukung yang terpisah.
Karena itu saya memilih jalan tengah yang mudah – seperti judul lagu dangdut, yang sedang-sedang saja.
Follow the KISS principles – keep it simple and stupid. Yaitu sistem yang memanfaatkan grow media (bedengan media) dengan fungsi ganda. Air kolam dipompakan ke growbed media (bisa dialirkan langsung atau lewat pasang surut, ada beberapa tekniknya).
Gambarnya kira-kira seperti gambar 4.
Teknik ini sederhana dan berfungsi ganda, yaitu:
Media bisa bertindak sebagai filter mekanis yang bisa menyaring endapan-endapan buangan sehingga kolam tetap dalam kondisi maksimal (sedikit limbah dan buangan, dan karena itu kolam dalam kondisi bening/tidak keruh).
Semakin banyak endapan yang tersaring semakin baik bagi kolam karena banyaknya endapan buangan bakal mendorong lingkungan yang tidak sehat pada ikan.
Media bisa bertindak sebagai biofilter yang memungkinkan bakteri tumbuh dan berproses. Bakteri inilah yang mengubah nitrogen yang “tidak layak konsumsi” menjadi “layak konsumsi” bagi tanaman.
Media bisa berfungsi sebagai sarana mineralisasi. Pada aquaponik mineralisasi merupakan proses oleh bakteri atau renik biologis tertentu untuk mengubah limbah solid padat menjadi nutrisi yang sehat bagi tanaman.
Jika kita menambahkan material organik yang tepat sebagai media, proses mineralisasi akan memperkaya media sehingga mendukung pertumbuhan tanaman kita.
Berbagai proses tersebut pada akhirnya ketika sistem sudah matang akan menjadi tempat hidup makhluk lain yang bermanfaat, misalnya cacing tanah. Kita tahu cacing tanah menghasilkan limbah yang disebut kascing yang sangat baik bagi tanaman.
Adanya media ini juga sekaligus mempermudah kita karena fungsinya sebagai media tanam.
Kelebihan lainnya masih banyak.
Sistem ini sederhana, fleksibel dan bisa kita tata sedemikian rupa menyatu dengan desain lanskaping kebun maupun taman aquaponik yang kita bangun di halaman.
Sistem ini juga fleksibel dalam hal pemilihan wadah media, mulai dari bahan bekas yang murah maupun wadah yang kita bangun sendiri dan kita sesuaikan dengan lanskap yang kita desain. Saya sudah memanfaatkan aneka macam wadah – mulai bekas wadah cat 1 galon, bekas wadah bahan kimia yang saya beli di toko kimia, hingga drum PE 200 L yang saya belah dua, hingga pot2 yang sebelumnya saya punya..
Pilihan tanaman dan ikan pun terbilang sangat luas – mulai dari sayuran daun (pakcoy, caisim, basil, dan lain-lain), hingga tanaman hias seperti begonia, suplir, hingga violet afrika. Mulai dari rimpang jahe merah hingga temu mangga, atau bumbu seperti lada perdu. Atau sayuran buah seperti tomat dan cabe.
Untuk ikan ada nila, emas, gurame biasa, gurame padang, hingga lele dan patin. Bandingkan sistem sederhana lain yang saat ini populer, Budikdamber yang pilihan tanaman lebih terbatas.
Karena kesederhanaan dan fleksibilitasnya ini maka aquaponik dengan growbed system merupakan jenis yang paling popular dan menjadi pilihan praktisi aquaponik pemula maupun praktisi aquaponik skala rumahan dan skala kecil, di seluruh dunia.
Tentu saja sistem ini memiliki kelemahan. Misalnya jika diaplikasikan dalam skala luas investasinya menjadi terlalu besar. Tidak hanya bahan dan material, tapi aspek tenaga kerja yang dibutuhkan.
Karena media juga berfungsi sebagai filter mekanis dan biologis, maka ada saat tertentu ketika endapannya akan makin banyak bisa menyebabkan saluran macet dan menimbulkan lingkungan yang kurang sehat bagi tanaman.
Meski berdasarkan pengalaman saya, sampai 3-4 tahun sistem masih berlangsung baik dan makin matang. Meski ada saat tertentu saya mesti membersihkan endapan di saluran p**a – meski sangat jarang dan belum tentu sebulan sekali terjadi.
Walhasil, untuk skala rumahan dan skala kecil, menurut saya sistem ini sudah lebih dari cukup. Buktinya bisa dilihat dari foto-foto tanamannya.
Mohon maaf rada panjang. 😁🙏
Tetap semangat ber-aquaponik ria!